Tampilkan postingan dengan label Pasoepati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pasoepati. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Februari 2011

Happy 11th Anniversary PASOEPATI

Hari ini Rabu 9 Februari 2011 adalah hari besar bagi warga soloraya, yah.. pada hari yang sama sebelas tahun yang lalu sebuah wadah bagi kelompok suporter soloraya terlahir dengan selamat.


Sebelas tahun telah berlalu dan seiring berjalannya waktu Pasoepati telah menjadi salah satu dari beberapa kelompok suporter yang disegani selain Aremania, The Jack, Viking, atau Bonek. Tidaklah mengherankan karena Pasoepati walaupun berasal dari Solo namun dukungan yang signifikan juga diberikan oleh masyarakat sekitar solo seperti Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Boyolali, Klaten, bahkan Madiun dan Salatiga.

Hijrahnya Pelita Solo dari kota bengawan di tahun 2003  dan Persijatim Solo FC yang berreinkarnasi menjadi Sriwijaya FC di tahun 2006 tidak membuat Pasopati menjadi mati, kreatifitas mereka alihkan  untuk mendukung tim asli kota Solo yaitu PERSIS SOLO yang beraksi di divisi satu, dan dengan dukungan yang luar biasa besarnya PERSIS SOLO berhasil menembus kasta tertinggi sepakbola pada saat itu.

Loyalitas ??? saya tidak ingin menjawabnya tapi Gelar Suporter Terbaik Tahun 2010 yang disematkan oleh situs Jakarta Casual adalah bukti nyata. Saat itu pada tahun 2010 adalah titik terendah bagi PERSIS SOLO dalam beberapa tahun terakhir, tidak adanya sokongan dana dari Pemkot SOLO membuat nasib PERSIS ketar ketir, sempat memutuskan tidak akan mengikuti kompetisi karena tidak adanya sumber dana membuat PASOEPATI bergerak dan akhirnya di saat - saat terakhir PERSIS mengumumkan keikut sertaanya dalam kasta kedua kompetisi sepakbola Indonesia yaitu Divisi Utama. Dengan kondisi seadanya plus hengkangnya pemain - pemain pilar macam Wahyu Tanto, Anindito, serta penjaga gawang kesayangan Wahyu Tri Nugroho dan pelatih bertangan dingin Eduard Tjong membuat permainnan PERSIS cenderung membosankan untuk dilihat.

Beberapa kemenangan diawal musim seakan tidak berarti karena di tengah - tengah musim kekalahan menjadi makanan pokok dan tidak ada kata lain selain degradasi. Namun atmosfir Stadion Manahan Tidak pernah berubah,di tribun stadion dalam setiap laga kandang Pasoepati seolah mengecat beton - beton tempat duduk menjadi MERAH MENYALA. Walau hal itu tidak sanggup menolong Persis namun catatan rata - rata 15000 penonton dalam setiap laga kandang adalah hal yang luar biasa. salute.....

Banyak hal yang perlu dibenahi dalam umurnya yang ke 11 ini lagu - lagu yang tidak mengarah untuk menyuport pemain atau menekan lawan masih banyak terdengar dalam setiap pertandingan, tawuran antar kelompok yang sama - sama memakai baju Pasoapati juga masih terlihat, lemparan - lemparan dari tribun ke lapangan, dan permusuhan dengan kelompok suporter lain yang sama - sama berbendera MERAH - PUTIH masih terjadi.

Well dengan ulang tahun ke 11 ini serta lahirnya sebuah klub baru bernama SOLO FC semoga menjadi titik perubahan dengan menjadi pelopor suporter yang anti anarki, anti rasis, anti politik, dan anti terhadap segala bentik permusuhan yang memalukan. Ok saya bagian kecil dari pasoepati mengucapkan

          Happy 11th Anniversary PASOEPATI
kalian yang terbaik...
SAETAMA

Senin, 22 Maret 2010

Arseto, Persis, dan Sepak Bola Tak Boleh Mati di Solo

Tidak setetes pun air mata yang tumpah ketika Sigit Harjojudanto membubarkan Arseto Solo. Klub yang bermarkas di gedung tua di Kadipolo itu dibubarkan pada 1998 tanpa alasan jelas. Alih-alih bersedih, sebagian pemain, sebut saja Ricky Yakobi, Eddy Harto, Edward Tjong, Nasrul Koto, Inyong Lolombulan, dan Yunus Muchtar, menyimpan klub itu di hati masing-masing.


“Kami menikmati malam di Kadipolo setelah Arseto menang di Stadion Sriwedari, Solo,” kata Ricky. “Di sana pula kami bersedih ketika Arseto kalah,” ia menambahkan. Kadipolo adalah mes pemain yang letaknya di Kampung Panularan.

Di sana, 17 tahun lalu, selama hampir 11 tahun Ricky bergabung dengan Arseto Solo, yang juga dikenal sebagai salah satu pionir berdirinya Liga Sepak Bola Utama atau Galatama pada 8 November 1978. Arseto–berdiri di Jakarta pada 1978 dan bermarkas di Solo sejak 1983–bubar setelah menjalani pertandingan yang kemudian menjadi laga terakhir anak-anak Kadipolo di Stadion Sriwedari, Solo, pada 6 Mei 1998. Pertandingan melawan Pelita Jaya itu disebut sebagai penyulut kekacauan di Kota Solo.

Malam itu, pada awal babak kedua, pertandingan tak dilanjutkan karena penonton yang membeludak seketika merangsek ke tepi lapangan. Situasi kemudian menjadi tak terkendali tidak hanya di dalam, tapi juga ke luar stadion dan sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Bangunan-bangunan yang ada di sana hancur. Solo yang pendiam seketika berubah menjadi Solo yang beringas.

Arseto bubar. Namun, denyut nadi sepak bola tak lantas berhenti di Kota Solo. Dua tahun setelah malam yang mencekam itu berlalu, Pelita Jaya kembali ke Solo. Pada musim kompetisi 2000/2001, klub milik Nirwan Dermawan Bakrie itu resmi bermarkas di Solo. Malam-malam indah pemain Pelita, seperti yang pernah dialami anak-anak Arseto, kemudian bersemi di Stadion Sriwedari.

Pelita hanya bertahan satu musim dan kemudian pindah ke Cilegon dengan nama Pelita Krakatau Steel. Solo kembali ditinggal klub sepak bola yang telanjur mereka cintai. Namun, Solo terlalu manis untuk dilupakan. Satu tahun kemudian, manajemen Persijatim memutuskan bermarkas di Solo dengan nama Persijatim Solo FC. Bertahan dua musim kompetisi (2002/2003 dan 2003/2004), Persijatim kemudian dijual ke Palembang dan berganti nama menjadi Sriwijaya FC.

Gol-gol indah yang pernah dipersembahkan anak-anak Arseto, Pelita Jaya, dan Persijatim kelak membuktikan sepak bola tak boleh mati di sana. Semula saya menduga sepak bola tak bisa dinikmati di Solo lantaran tak ada lagi klub yang mau bermarkas di sana. Sedangkan Persis Solo masih bermain di Divisi I. Tanda-tanda kehidupan mulai terlihat ketika Laskar Samber Nyawa–julukan Persis–promosi ke Divisi Utama pada musim 2007/2008. Tapi Persis harus menerima kenyataan bahwa musim selanjutnya sudah diberlakukan Liga Super, kompetisi tertinggi di Tanah Air. Persis tak mampu melawan klub-klub elite dan tetap tinggal di Divisi Utama.

Persis adalah raksasa di masa lalu. Tapi kini kondisi raksasa itu sungguh menyedihkan. Tujuh kali menjadi juara Perserikatan (1935-1948) tak cukup bagi manajemen Persis menghidupi klub setelah anggaran pendapatan dan belanja daerah tak lagi mengucur.

Saya tidak pernah membayangkan nasib pemain sepak bola tidak lebih baik dibanding seniman panggung di Solo seperti dialami pemain-pemain Persis. Mereka tak terikat kontrak. Untuk mengatasi kesulitan keuangan klub, pengelola membuat kebijakan yang tidak bisa diterima asal sehat. Para pemain dibayar per pertandingan dan sumber dana itu bergantung pada pemasukan tiket. “Tiket pertandingan dapat berapa, nanti yang akan dibagikan ke pemain,” kata Ketua Umum Persis F.X. Rudyatmo, seperti yang dilansir Suara Merdeka pada awal November lalu.

Sungguh menyedihkan. Ini semua tidak bisa diterima jika para pemain Persis tak memiliki cinta seperti cinta para seniman panggung wayang orang di kota yang hidup pada malam hari itu. Hampir setiap malam di Taman Sriwedari, Solo, yang letaknya tak jauh dari mes pemain Persis, mereka menghibur pengunjung sekalipun yang datang hanya 20 orang. Lakon Sakuntala dari Mahabharata dengan pesan moral kesetiaan telah merasuk ke hati para pemain Persis, yang sekaligus menandakan sepak bola tak boleh mati di sana.
(Koran Tempo, Minggu, 29 Nopember 2009, Ilustrasi Imam Yunni)

Dikutip dari : 
  • http://yonmoeis.wordpress.com/2009/11/29/arseto-persis-dan-sepak-bola-tak-boleh-mati-di-solo/
  • Yon Moeis
    Wartawan Tempo

Sabtu, 20 Maret 2010

Gerakan 8½ Orang Facebookers Mendukung Arista Budiyono


Tak perlu ribuan atau jutaan, tapi hanya membutuhkan 81/2 orang dukungan saja. Ya, dialah Arista Budiyono seorang PASOEPATI  yang digadang -gadang menjadi calon ketua PSSI dari kaum independent. Setelah sukses dengan gerakan 3  Orang Facebookers Mendukung Arista Budiyono Memimpin PSSI kembali tim sukses Arista Budiyono membuat Gerakan 8½ Orang Facebookers Mendukung Arista Budiyono.


"Hanya untuk sekedar menjadi pemimpin PSSI, tidak membutuhkan petisi yang banyak, melainkan dengan jumlah yang tak banyak, tetapi solid dan berkomitmen. Hanya 3 orang saja sudah cukup, dan terseleksi dengan sangat ketat, tidak seperti petisi-petisi lainnya yang sekedar mengumbar jutaan petisi tanpa manfaat apapun." itulah kutipan keterangan dari grup facebook tersebut.

Seperti dikutip dari blog  Arista Budiyono (http://www.arista-budiyono.co.cc) beginilah jawabanya ketika ditanya perihal kesediaan dirinya diajukan sebagai calon Ketua PSSI Independent. "Itu bukan soal setuju atau tidak setuju, itu hanya soal wilayah wujud kecintaan. Saya pribadi tidak ada sedikit pun hasrat baik itu hanya sekedar desiran keinginan pun saya sama sekali tidak ada ketertarikan untuk menjadi Ketua PSSI. Nafsu dan ambisi saya hanya untuk kemajuan persepakbolaan Indonesia, bukan sebagai Ketua PSSI. Menjadi Ketua PSSI adalah mimpi yang terlalu kecil bagi saya, nasib persepakbolaan kita jauh lebih penting daripada sekedar wadah yang bernama Ketua. Jadi begini ya mas (sambil membenarkan posisi duduknya). Kita ini sudah berada dalam wilayah yang sekedar syahwat saja, orang hanya sibuk berebut kemasannya ketimbang isi-nya, itupun berdasar nafsunya dan kepentingannya masing-masing. Penggunaan akal sangat diperlukan dalam menangani permasalahan sepakbola yang sudah telanjur kompleks ini, tentunya juga diperlukan Hati dalam menyatukan rasa cinta terhadap persepakbolaan ini, jadi ini bukan hanya soal sepakbola, tapi soal hati."

Yah menarik jika seorang blogger dan juga seorang suporter  dapat melengserkan NH dari singgasananya.


Sumber :
  1. Gerakan 8½ Orang Facebookers Mendukung Arista Budiyono Memimpin PSSI,
  2.  http://www.arista-budiyono.co.cc/

Senin, 01 Maret 2010

2nd ANNYVERSARY PASOEPATI.NET

Hailyeah. .

Besok atau tepatnya hari Selasa 2 Maret 2010 adalah hari ulang tahun media online pasoepati yaitu pasoepati.Net . 2 tahun sudah pasoepati.Net menemani perjalanan suka duka
persis solo dan pasoepati dalam kancah persepakbolaan nasional.



Dengan digawangi orang orang pasoepati yang sangat kreatif like : SAM NAEEV, BABHE SOLORAYA, NACHA DAN ADJIWAE ONENGISME pasoepati.Net tumbuh sebagai wadah penyambung lidah antara pasoepati, pengurus, maupun pemain. Pun demikian untuk mempererat silaturahmi antar pasoepati yang tersebar di penjuru indonesia. Dan bahkan bisa menjadi obat penawar rindu bagi dulur - dulur pasoepati yang sedang bermukim di luar negeri.
 


Dan kini setelah berusia 2 tahun tampilan yang menawan serta berita yang terus di update setiap hari sangat memenjakan para pasoepati serta masyarakat pecinta Persis Solo. Hal itu sangat jelas terlihat dengan rataan pengunjung yang lebih dari 1.000 pengunjung per hari dan komentar lebih dari 100 per artikel adalah gambaran nyata pentingnya  peranan pasoepati.Net .

Akhirnya segenap kru dan karyawan orongorong.blogspot.com ( yang cuma saya sendiri :p ) mengucapkan :

HAPPY 2nd ANNYVERSARY UNTUK PASOEPATI.NET

angkat gelas dan marilah kita bersulang untuk eksistensi Persis Solo........





foto dari : adjiwae.files.wordpress.com, pasoepati.net

Minggu, 21 Februari 2010

Bebaskan SUPERNOVA

Nova Zaenal kapten tim Persis Solo hari ini Senin 22 Februari 2010 akan menjalani persidangan terakhirnya dalam kasus Pemukulan saat Persis melawan Gresik United di Stadion Sriwedari musim lalu.

Hari ini rencananya NZ77 akan mendengarkan keputusan majelis hakim dalam persidangan yang akan dilaksanakan di PN Surakarta atau di depan Graha Wisata Niaga.

Semoga Nova di bebaskan agar dapat berkonsentrasi penuh mengangkat skuad Laskar Sambernyowo dari zona degradasi.


Amien

Senin, 08 Februari 2010

10 TAHUN PASOEPATI

Siang itu, Minggu, 27 Desember 2009, segerombolan anak berkaos merah tampak berada di sekitaran lampu rambu lalu lintas di kawasan Delanggu, kabupaten Klaten. Keberadaannya adalah untuk mencari tumpangan gratis kendaraan yang akan membawa mereka sampai ke kota Solo. Baik truk, maupun mobil bak terbuka, satu per satu mereka datangi untuk sekedar meminta ijin menumpang. Jika tidak diijinkan, mereka pun berpindah ke mobil/truk lain yang juga tengah berhenti di lampu merah. Hari Minggu yang menjadi hari libur sekolah, menjadikan anak-anak tersebut bisa berkesempatan untuk hadir di kota Solo, menyaksikan dan memberikan dukungan langsung bagi tim sepak bola Persis Solo yang mana hari itu akan bertanding melawan Deltras Sidoarjo. PASOEPATI, itulah tulisan satu kata yang jelas terbaca di kaos merah yang mereka kenakan. PASOEPATI memiliki arti sebagai sebuah kelompok suporter sepak bola dari tim Persis Solo. Haru, meski nama PASOEPATI lebih identik dengan hiruk pikuk masyarakat kota Solo, namun di balik semua itu ternyata kebesaran nama PASOEPATI juga tidak lepas dari dukungan masyarakat kabupaten Klaten. Mungkin tidak hanya Klaten semata, tapi juga dukungan dari masyarakat kabupaten Boyolali, Salatiga, Karanganyar dan Sukoharjo. Dukungan luas dari berbagai daerah, menjadikan PASOEPATI sebagai salah satu kelompok suporter terbesar di Indonesia.
Tak tampak raut kecewa yang menghiasi wajah-wajah para Pasoepati yang hadir di stadion Manahan, meski sore itu tim Persis Solo harus puas bermain imbang tanpa gol melawan tamunya, Deltras Sidoarjo. Sebanyak 25 ribu suporter datang ke stadion termegah di kota Solo, untuk membuat merah setiap sudut stadion Manahan. Hasil buruk yang dicapai tim kebanggaannya, tidak lantas membuat Pasoepati bertindak anarki. Mereka pun dengan tertib mulai meninggalkan bangku Manahan ketika senja petang mulai datang.
SEJARAH BERDIRINYA PASOEPATI
Tidak ada yang menyangka sebelumnya, tim elite Pelita Jaya akan bermarkas di stadion Manahan Solo, 10 tahun yang lalu. Kedatangannya cukup membuat kaget publik Solo yang ketika itu tengah berduka pasca dibubarkannya klub lokal, Arseto, pada tahun 1998. Atmosfer sepak bola pun sontak kembali menggeliat di kota budaya. Pelita pun juga meresponnya dengan mengganti namanya menjadi Pelita Solo, menghapus kata “Jaya” yang sebelumnya identik melekat. Dahaga warga Solo akan tontonan sepak bola selevel Liga Indonesia akhirnya terobati. Adalah laga Pelita Solo melawan Arema Malang yang menjadikan pertandingan tersebut begitu bermakna bagi kelahiran Pasoepati. Sore itu, dalam lanjutan kompetisi Liga Bank Mandiri, tuan rumah Pelita Solo ditantang tamunya klub asal Malang, Arema. Kedatangan Arema ke lapangan Manahan, diikuti dengan kedatangan Aremania (suporter Malang) ke kota Solo. Warna biru pun sempat terlihat di tribun stadion ketika pertandingan berlangsung. Apa respon masyarakat Solo dengan kedatangan tamunya tersebut?
Decak kagum dan takjub rasanya menjadi kalimat yang pas untuk menggambarkan wajah-wajah penonton Solo ketika itu. Atraksi Aremania di tribun penonton dalam mendukung timnya, pantas mendapatkan acungan jempol. Gerak tari, nyanyian lagu dan dentuman alat-alat musik yang dibawakan Aremania secara padu, ternyata mampu membuat penonton lain seolah tersihir. Selain sajian tontonan utama pertandingan Pelita Solo melawan Arema Malang, ternyata suporter Malang tersebut malah mampu memberikan sajian tontonan tambahan dari bangku stadion. Masyarakat Solo pun iri melihat kesuksesan suporter Malang yang telah berhasil “menyihir” penonton Solo dengan aksi-aksinya atraktifnya. Selepas pertandingan berakhir, desas-desus obrolan warga Solo pun berhembus kencang, apalagi kalau bukan obrolan tentang aksi Aremania di tribun Manahan. Di beberapa warung angkringan, pos ronda maupun di tempat tongkrongan, semua orang saling membicarakan aksi Aremania. Merespon keinginan masyarakat yang menginginkan adanya suporter Solo yang kreatif dan atraktif seperti Aremania, beberapa hari kemudian warga Solo mengadakan rapat pertemuan yang dihadiri oleh beberapa tokoh penting dari kalangan profesional dan warga Solo pecinta sepak bola. Pertemuan tersebut diadakan dengan tujuan untuk membahas rencana pembentukan sebuah wadah suporter dari Solo.

Rabu, 9 Februari 2000, bertempat di Griya Reka yang berlokasi di jalan Kolonel Sugiyono 37 Solo, kelompok suporter Solo pun resmi didirikan. Nama Pasoepati yang berarti Pasukan Soeporter Pelita Sejati, menjadi nama yang dipilih untuk melabeli suporter Pelita Solo kala itu. Berdirinya Pasoepati berarti mengikuti langkah kota Malang yang telah lebih dulu mempunyai kelompok suporter bernama Aremania. Respon masyarakat terhadap berdirinya kelompok suporter Pasoepati terbilang sangat luar biasa. Selang beberapa hari setelah Pasoepati resmi berdiri, aksesoris suporter bertuliskan Pasoepati mulai terlihat dijual di sekitar kawasan komplek Gelora Manahan, Solo. Mulai dari kaos, bendera, syal maupun topi, ludes terjual dalam waktu singkat. Mengenakan kaos merah bertuliskan PASOEPATI, seakan telah menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Solo ketika itu. Animo masyarakat dalam menyaksikan tim Pelita Solo bertanding di stadion Manahan pun semakin mengalami lonjakan. Terbukti, setiap laga Pelita Solo di stadion Manahan selalu dibanjiri oleh warga Solo yang berbondong-bondong untuk menyaksikan secara langsung tim Pelita bertanding. Setiap sudut tribun tidak menyisakan ruang kosong untuk sekedar meluruskan kaki, semua tampak penuh dengan penonton yang sudah resmi dinamai PASOEPATI. Bahkan, lintasan lari di tepi lapangan yang seharusnya menjadi area steril pertandingan, terpaksa harus diisi oleh ribuan Pasoepati akibat tidak mendapatkan tempat duduk di atas tribun. Kibaran bendera-bendera merah bertuliskan PASOEPATI, menjadi pemandangan baru di dalam stadion Manahan ketika itu.
Yah, PASOEPATI telah berhasil menjadi alat pemersatu puluhan ribu warga Solo dan sekitarnya untuk bisa saling bersatu, saling bahu-membahu mendukung sebuah tim sepak bola yang bisa membuat bangga kota Solo tercinta.
DEKADE PASOEPATI
Hari ini, Selasa, 9 Februari 2010, menjadi hari yang sangat bersejarah bagi kelompok suporter Pasoepati. Sembilan Februari ini diperingati sebagai hari ulang tahun satu dekade (10 tahun) Pasoepati. Sebagai kelompok suporter yang tergolong cukup tua, Pasoepati telah banyak mengalami perubahan diri dari pertama kali berdiri hingga saat ini. Perubahan yang paling mencolok yakni perubahan tim sepak bola yang didukung. Pelita Solo menjadi andil terbesar berdirinya Pasoepati sekaligus menjadi tim pertama yang didukung. Setelah Pelita hengkang dari Solo, Pasoepati kembali mendukung tim “indekos”, Persijatim Solo FC. Nostalgia Pasoepati dengan Persijatim Solo FC hanya berlangsung selama 3 tahun. Mulai tahun 2006, Pasoepati secara resmi memproklamirkan kesetiaannya memberi dukungan untuk tim lokal daerahnya sendiri, Persis Solo, yang ketika itu masih “megap-megap” di kompetisi divisi satu.

Usia 10 tahun menjadikan Pasoepati sebagai salah satu kelompok suporter tua di Indonesia. Banyak pelajaran dan pengalaman penting yang didapat seiring berjalannya usia Pasoepati dari angka nol hingga kesepuluh, tahun ini. Meski saat ini Pasoepati hanya mendukung tim sepak bola yang berkompetisi di kasta kedua, namun Pasoepati tetaplah menjadi salah satu kelompok suporter terbesar di Indonesia, sejajar dengan Aremania (Malang) maupun The Jakmania (Jakarta). Animo masyarakat Solo dan sekitarnya akan keberadaan Pasoepati, terbilang masih cukup tinggi. Buktinya, setiap kali tim Persis Solo bertanding, stadion Manahan masih tampak selalu penuh dibanjiri warga Solo dan sekitarnya. Menarik memang, meski hanya berlaga di kompetisi kasta kedua Indonesia, Persis Solo selalu ditonton oleh suporter Pasoepati yang berjumlah sekitar 15 ribu hingga 25 ribu per pertandingan. Jumlah angka penonton yang cukup fantastis untuk level kompetisi kasta kedua/divisi utama Liga Indonesia.
Selama masa 10 tahun yang telah terlewati, masa-masa keemasan Pasoepati terjadi pada awal mula Pasoepati didirikan, yakni pada tahun 2000. Ketika itu, suporter Solo sering kali menjadi pusat perhatian media untuk dijadikan pemberitaan nasional akan aksi-aksi atraktif dan kreatifnya dari tribun penonton. Ya, lewat kejelian seorang Mayor Haristanto, Presiden Pasoepati yang pertama, nama Pasoepati mulai menjadi besar dan meroket sebagai pioner lahirnya kelompok-kelompok suporter kreatif di berbagai daerah.
Namun sayang, diusianya yang ke-10 ini bisa dibilang Pasoepati telah mengalami kemunduran yang luar biasa hebatnya. Baik kemunduran dari segi kuantitas maupun kualitas kelompok suporternya. Dari segi kuantitas, telah banyak orang yang menanggalkan statusnya sebagai seorang suporter Pasoepati. Entah karena mereka merasa malu karena tim yang didukungnya hanyalah tim divisi utama ataukah karena tim yang didukung hanyalah tim “pupuk bawang” yang sering mengalami kekalahan dalam setiap pertandingan. Animo massa Pasoepati telah jauh berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya yang selalu menjejali stadion Manahan hingga 50 ribu orang, melebihi kapasitas stadion yang hanya sanggup menampung 30 ribu orang. Dari segi kualitas, Pasoepati saat ini telah jauh berbeda dengan Pasoepati sebelumnya. Pasoepati belum mampu meninggalkan kebiasaan melempar benda-benda ke lapangan, yang notabenenya hanya akan mengganggu jalannya pertandingan dan berujung dengan sanksi. Contoh terbaru adalah masuknya 2 kembang api ke lapangan ketika Persis Solo melawan Persiba Bantul dan Pro Duta FC beberapa waktu yang lalu. Pelemparan benda ke lapangan tentu saja didasari oleh kekesalan Pasoepati, mungkin terhadap wasit, pemain lawan ataupun karena hasil pertandingan. Tapi, apakah harus seperti itu yang harus dilakukan? Kualitas unjuk diri yang dilakukan Pasoepati seharusnya meningkat dari hari ke hari, pertandingan satu ke pertandingan lainnya. Sudah saatnya Pasoepati meninggalkan nyanyian-nyanyian hina, meninggalkan pelemparan benda, meninggalkan perkelahian antar sesama dan menggantinya dengan atraksi yang menarik dari tribun stadion.
Pasoepati harus lebih banyak berbenah diri, saling introspeksi dan mengkoreksi. Pasoepati bukanlah kelompok suporter yang didirikan kemarin sore, yang harus dituntun untuk menemukan dan mencapai tujuan visi misi kelompok suporternya. Pasoepati harus bergerak sendiri, belajar dan terus belajar untuk menjadikan dirinya sebagai sebuah kebanggaan daerah asalnya (Solo). Pasoepati bukanlah kelompok suporter terbaik di negeri ini, tapi Pasoepati adalah kelompok suporter yang selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik lagi. Pasoepati harus benar-benar bisa mentransformasikan dirinya sebagai suporter yang benar-benar dewasa, sportif, anti anarki dan tidak mudah terprovokasi.
Akhirnya,
SELAMAT ULANG TAHUN KE-10 kepada kelompok suporter PASOEPATI. Semoga semakin maju, sportif, cinta damai, anti anarki dan anti provokasi. Semoga semakin kaya akan kreatifitas dan aksi-aksi menarik yang pantas tersajikan! 


sumber : (onengisme-pasoepati.net)

Sabtu, 21 November 2009

Antara Solo dan Lamongan

Menarik, jika melihat klasemen sementara ISL sd 18 Nov 2009. Yah pemuncaknya adalah Persela Lamongan yang notabenya berasal dari kabupaten kecil di Jawa Timur. Raihan 13 poin dan belum pernah terkalahkan dari 5 kali main adalah hal yang luar biasa.

Hmm bila dibanding Solo memang tak ada apa apanya, tapi soal bola komitmen orang Lamongan jauh di atas meninggalkan Solo. Kucuran dana 14,5 M menggambarkan arti pentingnya sepakbola bagi publik Lamongan. Tak seperti Pemkot Solo yang serta merta mencampakan begitu saja tim kebanggaan Kota Solo yaitu PERSIS dengan tak memberikan asupan dana pada musim ini.

LA mania pun mungkin kalah pamor dengan Pasoepati, pun demikian kemegahan Stadion Surajaya memang tak ada apapanya dibanding Manahan. Tapi patokan target 120 juta dari ticketing untuk setiap laga kandang adalah gambaran loyalitas LA mania.

Yah hal diatas menjadi tantangan tersendiri bagi Pasoepati dan segenap orang bola di Solo untuk menjaga eksistensi Persis tercinta. Semoga musim depan Persis dapat berjumpa Persela dalam ISL edisi ke-3. Amien. .