Senin, 10 Januari 2011

HIDUP HANYA SATU KALI

Hidup hanya satu kali, jadi jangan disia-siakan. Hidup ini tentu harus penuh makna, jangan begitu saja melewatkan momentum-momentum kehidupan yang datang hanya sekali, atau secara singkatnya bisa dikatakan “jangan melewatkan kesempatan yang datang”. Jika sekali saja melewatkan kesempatan yang datang, pasti akan merasakan penyesalan yang begitu mendalam dan berlarut-larut. Maka dari itu, jangan sembarangan melewatkan kesempatan yang datang karena kesempatan tak akan datang 2 kali. Ibaratkan hidup, kesempatan hidup di dunia ini hanya 1 kali, maka dari itu pergunakan kesempatan hidup yang hanya 1 kali ini dengan sebaik-baiknya untuk bekal di akherat kelak. Jika hidup kita yang haya 1 kali ini kita sia-siakan tentu akan sengsara di dunia dan di akherat. Di dunia hanya menjadi sampah masyarakat dan di akherat hanya menerima siksa yang terus-menerus.

Selama hidup di dunia ini pun tidak boleh hanya memikirkan dunia saja ataupun hanya memikirkan akherat saja. Misal si A adalah orang yang setiap harinya merasa sibuk oleh pekerjaannya di dunia sehingga lupa untuk menghadap kepada-NYA, walaupun kehidupannya di dunia begitu makmur pasti akan sengsara di akherat kelak. Begitu juga orang yang selama hidup di dunia hanya memikirkan akherat saja, misal si B setiap waktu selalu pergi ke majid untuk menghadap kepada-NYA, entah itu siang, malam, pagi, sore, sedangkan ia mempunyai keluarga di rumah yang harus dinafkahi lahir dan batin, si B ini pun termasuk orang yang tercela seperti halnya si A. Karena dalam menjalani hidup di dunia ini harus seimbang antara duniawi dan akhirat untuk hidup yag sejahtera di dunia dan akherat kelak.

Selain itu, dalam hidup di dunia ini pun harus ada manfaatnya, baik manfaat bagi diri sendiri maupun manfaat bagi orang lain disekitar kita. Jika berilmu, ilmunya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau berbagi ilmu pengetahuan kepada orang lain yang membutuhkan. Dan jika kita seorang hartawan, hartan kita tidak seharusnya dinikmati sendiri, tapi dinikmati pula oleh tetangga, sanak famili dan juga disedekahkan untuk kepentingan masyarakat dan agama.

Dengan kata lain, segala kemampuan/potensi hidup kita, dapat dinikmati oleh orang lain, atau kita berperilaku sebagai orang yang dapat memfungsikan dirinya ditengah-tengah masyarakat dan bermanfaat. Contoh sebagai seorang psikolog, kita harus mengamalkan ilmu kita untuk masyarakat dan menempatkan diri kita ditengah-tengah masyarakat karena profesi seorang psikolog juga menuntut peran dari masyarakat itu sendiri.

Sebaliknya kalau ada orang yang tidak bisa memberi manfaat untuk orang lain atau masyarakat sekitarnya bahkan segala kenikmatan hanya dinikmatinya sendiri, berarti orang itu termasuk orang yang kurang baik atau tercela.

Misal: Orang yang hanya menanam rumput untuk makanan ternak ia akan mendapatkan rumput tapi padinya tidak dapat, sebaliknya orang yang menanam padi, ia akan mendapatkan padi dan sekaligus mendapatkan rumput, karena rumput tanpa ditanam akan tumbuh sendiri. Begitu juga dengan kita yang hidup ini, kalau niat dan motivasinya sekedar mencari uang, ia pun akan memperolehnya, tetapi tidak memperoleh hasil utamanya atau tidak akan memperoleh nilai ibadah dari seluruh pekerjaannya.

Oleh karena itu dalam menjalankan kehidupan, niatkan untuk ibadah dengan suatu keyakinan bahwa pekerjaan dan tempat kerja kita, kita yakini sebagai tempat mengabdi kepada Nusa, Bangsa dan Negara, dan sebagai upaya menghambakan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian maka setiap hendak berangkat ke tempat bekerja berniatlah beribadah, Insya Allah seluruh pekerjaan kita akan bernilai ibadah, dan mendapatkan pahala. Yang namanya ibadah bukan hanya shalat, zakat, puasa atau membaca Al-Qur'an saja, tetapi bekerja, mengabdi kepada masyarakat, Negara dan Bangsa dengan niat beribadah karena ALLAH SWT.

Jika kita ingin termasuk sebagai seorang yang baik, seperti kata Ust. Yusuf Mansur, kita harus sering-sering bersedekah yakni melepaskan sebahagian hartanya di jalan Allah untuk kepentingan masyarakat, anak yatim, fakir miskin maupun untuk kepentingan agama.

Dan juga tidak lupa, sebagai sesama saudara, kita tidak boleh putus tali silaturahim, silaturahim sendiri dapa diartikan sebagai suka mengakrabkan hubungan kasih sayang dengan sesama, saling kunjung atau dengan saling kirim salam.

Selain itu, orang yang suka memberi, martabatnya lebih terhormat daripada orang yang suka menerima. Karena tangan diatas selalu lebih baik daripada tangan dibawah.

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji. Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)

Dari firman Allah diatas dijelaskan secara tersirat bahwa orang yang bersedekah tidak akan jatuh miskin, tetapi kita akan berrtambah kaya. Misal jika kita sedekah Rp 1000,- , dikemudian hari kita pasti akan mendapatkan uang yang jauh lebih besar, yaitu: 1000x700= Rp 700.000,-. Subhanallah.

Selain itu, kita juga kerap mendengar “Kebersihan sebagian dari iman”, karena dengan kebersihan itu kita akan merasa fresh tentunya dan juga karena dalam ibadah itu memerlukan kebersihan dan kesucian. Bayangkan jika kita ibadah kepada-NYA dalam keadaan tidak bersih, pasti ibadah kita tidak akan diterima oleh-NYA. Sangat merugi tentunya, orang-orang yang sudah ibadah tapi tidak diterima ibadahnya tersebut hanya karena kurang menjaga kebersihannya.


Kita hidup di dunia ini sebenarnya hanya 3 hari saja, yaitu: hari kemarin yang tak mungkin bisa kembali ataupun diulang, hari yang kita jalani sekarang, dan hari esok yang misterius serta belum tentu kita bisa menjumpainya. Amal ibadah kita dari hari ke hari juga harus semakin meningkat, karena jika amalan kita stagnan dari hari yang lalu dan hari ini, maka kita termasuk orang yang rugi, terlebih jika amalan kita mengalami kemunduran dari hari yang lalu, maka kita termasuk orang yang sangat rugi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar